Oleh:
Ninggrani Pannanandi
Dalam beberapa hari ini Lilin kelihatan berbeda dimata orang
tua dan saudara-saudaranya, tapi mereka menganggap ini hal yang biasa. Lilin
selalu berusaha untuk dapat ceria seperti biasanya. Namun usahanya itu tak dapat
membuat orang-orang disekalilingnya percaya. Ia melakukan semua kegiatannya
sehari-hari seperti biasanya. Mulai dari pergi ka wihara pagi-sore, membantu
kakaknya memasak, bersih-bersih hingga pergi ke kebun.
Walaupun berbagai hal
telah dilakukannya, namun tak dapat menyembunyikan kekecewaannya. kecewa kepada
orang tuanya yang tak pernah lagi menyebut-nyebut dan menyinggung tentang
janjinya, untuk memberi ijin padanya untuk kuliah. Dulu, ayahnya bilang bahwa
ia akan dikuliahkan setahun lagi, namun tak pernah disinggungnya lagi masalah
itu. Selama setahun terakhir Lilin berangan-angan tentang kuliah, bagaimana
nanti ia melewatkan hari-harinya denga sibuk sekali bersama buku-buku
pelajaran. Bagaimana dia punya teman yang baru. Tapi itu semua hanyalah angan-angan.
Bayang-bayang semu yang tercipta, hanya oleh seorang pengharap seperti Lilin.
Hanya satu yang menjadi penampung rasa kesal dan kecewanya,
yaitu diary kesayangannya saja. Setiap hari, atau setiap hatinya sedih, kecewa
maupun senang selalu dilampiaskannya dengan menulis di diary-nya atau kalau
belum puas, dilampiaskannya dengan menangis di kamarnya. Diary adalah teman
yang paling setia menurutnya. Kadang saking asyiknya menulis di diary-nya
sampai ia lupa makan, sampai-sampai kakaknya marah-marah padanya. Kadang
sebelum tidur, ia selalu berpikir tentang masa depannya, tentang keinginannya
untuk kuliah.
Teman-temannya juga merasa heran dengan kebiasaan Lilin
akhir-akhir ini, mereka sering kali melihat lilin melamun. Tapi selalu
disangkalnya, dengan berbagai macam alasan yangn kadang tidak masuk akal.
Kadang yang ada dalam benaknya, mungkin yang boleh bermimpi untuk bisa mencapai
cita-cita hanyalah laki-laki saja. Perbedaan gender membuatnya kehilangan
kesempatan untuk dapat mencapai cita-citanya. Namun bayang-bayang yang telah
diciptakannya selama ini tak dapat hilang, bahkan bayang-bayang itu telah
berkembang manjadi semakin indah. Bagaikan lukisan yang dibuat pelukis ahli,
dengan cat minyak berharga selangit.
Tidak hanya teman-teman dan orang tuanya, yang dibuat bingung
dengan perubahan pada diri Lilin. Tika yang menjadi teman dekatnya saja bingung
dengan keadaannya yang tidak biasa itu. Hampir setiap hari sabtu Tika datang,
ia biasanya datang setelah kuliah hari sabtu. Tak lain agar bisa menemani Lilin
ke wihara pada malam minggunya. Walaupun Lilin selalu ke wihara sendirian
setiap harinya. Tika berusaha untuk tetap hadir, walaupun dua minggu sekali
untuk menemani Lilin ke wihara. Datang untuk menemani Lilin, selalu
dilakukannya dengan senang hati. Dengan datang ke wihara ia bisa juga bertemu
dengan Romo Sudhamma atau kalau ada bhante ia dapat bicara panjang lebar dengan
bhante. Kedatangannya selalu disambut dengan gembira oleh Lilin. Ia senang
sekali bertanya macam-macam pada Tika. Tika dengan senang hati berbagi cerita
dengan Lilin, yang selalu bertanya tanpa bosannya tentang kesibukan anak
kuliahan. Tentang kesehariannya, hari-hari kuliah, tentang teman- temannya,
tentang dosennya yang galak, sampai pada cerita tentang kehidupan Tika di
kost-kost-annya. Dengan tanpa melewatkan satupun cerita tentang keseharian Tika
selama seminggu. Cerita-cerita seperti itulah, yang biasanya menjadi topik yang
sangat menarik bagi Lilin bila Tika datang. Kesenangannya untuk dapat berbagi
membuat Tika tak segan-segan untuk bercerita kepada Lilin.
Tika sempat
bingung tentang kegemaran Lilin, untuk bertanya seputar kehidupan para
mahasiswa. Mula-mula Tika mengira Lilin bertanya tentang hal itu, hanya karena
ingin tahu apa saja yang menjadi kegiatan keseharian Tika, waktu hari-hari
kuliah. Tapi lama-lama Lilin semakin bersemangat menanyakan hal itu. Sebenarnya
Tika senang-senang saja untuk berbagi dengan Lilin, senang melihatnya senang
mendengar ceritanya. Hanya itulah yang dapat dilakukannya, berbagi apa yang
dapat dibaginya kepada gadis yang disayanginya itu. Ia juga mendengar dari
teman- teman Lilin, perubahan sikapnya akhir-akhir ini. Tentang ia sejak
beberapa hari ini sering melamun.
Kedatangannya
kali ini, Tika bertekad untuk bertanya tentang hal ini kepada Lilin. Seperti
biasanya kedatangannya disambut Lilin dengan gembira. Seperti biasa pula ia di
todong untuk bercerita tentang kesehariannya. Lilin tidak pernah bosan
mendengar cerita-cerita dari Tika, yang sebagian besar sama disetiap harinya.
Karena hari ini ia hanya sebentar saja, jadi ia memutuskan untuk bertanya
sekarang pada Lilin.
“Li, aku boleh tidak bertanya?.” Kata Tika
membuka pembicaraan setelah mereka terdiam sejenak karena baru saja berhenti
tertawa.
“ Emang kamu
mau tanya apa sih, kok tumben pake nanya segala biasanya nyerocos
saja”
“ Ya sih,
tapi sekarang aku mau tanya serius banget”katanya.
“ Ya Sudah
tidak apa-apa kok, hamba akan mendengarkannya tuanku Raja Itik.” Candanya.
“ Tapi ini
serius”
“Ya, ya”
“ Mengapa
kamu suka sekali mendengarkan ceritaku tentang kuliahku dan mengapa kamu suka
temenung sendiri? Kamu harus jawab dengan jujur, aku khawatir sama kamu.”
Lilin tidak
menjawab pertanyaan Tika, ia malah masuk kekamarnya. Dan tak lama keluar lagi
membawa sesuatu dari dalam kamarnya dan menyerahkannya kepada Tika.
“ Kamu boleh
membacanya. Tapi nanti hari sabtu waktu kamu kesini, kamu harus
mengembalikannya padaku. Hanya kamu yang boleh membacanya, yang lain tidak
boleh”
“ Baiklah,
hanya aku yang akan membacanya”
“ Apakah kamu
sudah makan? Kamu akan nginap kan?.” tanyannya.
“ Belum, tapi
hari ini aku harus pulang. Aku hari ini tidak menginap”
“ Baiklah,
aku siapin makan dulu ya.” Katanya sambil berlalu menuju dapur.
Tika
mengikutinya dengan pandangan matanya, ia telah mengerti bagaimana sosok Lili
kalau ditanya tentang sesuatu yang sekiranya sangat penting baginya. Lilin
sangat jarang untuk dapat cepat menjawab atau bercerita padanya. Ia mengambil
kotak diary Lilin sekaligus kuncinya, lalu memasukkannya ke dalam tasnya.
Setelah
makanan sudah siap Lilin memanggil Tika untuk makan. Dan mereka bersama-sama
makan tanpa kata-kata. Setelah makan Tika pamit pulang dan berjanji akan
mengembalikan Diary Lilin tepat waktu.
“ Li, aku
pulang dulu ya. Salam sama kakak, mungkin nanti hari sabtu aku datang lagi dan
bawa diarymu. Jaga diri ya, jaga kesehatanmu.” Pesannya.
“ Baik bos,
hati-hati ya, salam sama kakakmu dan orang tuamu oke”
“ Oke, nanti
tak sampaikan ke calon mertua” candanya. “ Aku berangkat ya” katanya lalu
berangkat. Lilin mengikutinya dengan pandangan matanya sampai Tika hilang
ditikungan jalan.
***
Sampai di
kostnya Tika segera membuka diary Lilin dan membacanya. Halaman pertama berisi
tulisan berupa simbol-simbol yang tak dapat dibacanya. Halaman berikutnya
tentang curhatnya tentang perjalanan dan perasaan-perasaannya kepada Tika.
Membaca diary Lilin seakan masuk kedalam lubuk hati Lilin yang paling dalam,
semuanya ada disitu. Pada pertengahan halaman diary itu, baru Tika mendapat
jawaban pertanyaannya pada Lilin tadi siang. Di sinilah jawaban mengapa Lilin bergitu
berminat sekali mendengar ceritanya tentang kuliahnya dan mengapa ia sering
termenung.
25
April
Diary kesayanganku
aku ingin curhat nih sama kamu. Diaryku aku
ingin kuliah, apa keinginanku itu salah? aku ga’ bisa ngebohongin diriku
sendiri. Tapi aku harus bagaimana lagi?, sedangkan aku ga’ punya sesuatu yang
bisa diandalin. Aku ingin sekali seperti yang
lainnya. Bahkan sebelum lulus mereka sudah merencanakan dan terlebih
lagi orang tua mereka sudah merencanakan dan mendukung dan mendorong mereka
untuk lebih bersemangat.tapi aku tidak seperti mereka. Aku ingin sekali
mendengar itu dari orang tuaku, tapi tidak pernah terjadi.
29
April
Diaryku sayang. Gimana ya? Kayaknya aku
iri sama teman-teman yang lain. Apalagi orang-orang nanya,” kamu kuliah
dimana?” tentu aku ga’ bisa jawab dengan benar. Kemarin Tiya nanya aku jadi
kuliah dimana?, aku bingung banget mau jawab apa, kalau aku ingin sekali
kuliah, dimana saja aku mau. Tapi yang jadi masalah aku tidak di ijinkan untuk kuliah. Mungkin aku tak bisa kuliah.
Mungkin juga tuhan berkehendak lain yang tak pernah diduga- duga.
Itu adalah
sebagian isi diary Lilin, selain rasa sedihnya terhadap apa yang selama ini ia
rasakan. Tantang keinginannya untuk kuliah, mencapai cita-citanya, tentang
bayang-bayang yang di ciptakannya, yang indah, menyenangkan, dan menantang.
Dalam diary ini juga ia berbagi sukha dukkhanya. Seakan-akan diary-nya adalah
teman yang setia tempatnya berbagi, walaupun ia tak dapat menanggapi apa yang
selalu menjadi curhatan Lilin. Dalam diarynya juga di tulisnya hanya diary-nya
temannya berbagi tentang sedih dan senangnya. Setelah membaca diary Lili,
barulah ia sadar apa yang ditahunya tentang Lilin hanyalah sebagian kecil dari
apa yang ada dalam pribadinya. Ia merasa prihatin dengan apa yang menjadi
keinginan Lilin, karena tidak semua orang seperti dia. Seorang gadis yang ingin
melakukan sesuatu untuk masa depannya, tapi tak ada yang peduli dengan
keinginannya itu.
***
Dengan susah
payah Tika, mencari dan mencari informasi dari teman dan sahabat tentang
perkuliahan yang cocok buat Lilin, dan agar orang tuanya tidak khawatir.
Beberapa bulan kemudian Tika mendapat kabar gembira. Lilin akan dapat kuliah,
ia tidak Kost, ia harus tinggal di asrama. Tinggal di asrama, tentu tidak akan
ada alasan lagi dari orang tua dan kakak-kakaknya untuk melarangnya kuliah.
Tika berpikir bahwa ini kesempatan buat Lilin, dan cocok sekali buatnya. Hanya
dengan merelakan Lilin untuk kuliah disana, adalah jalan satu-satunya untuk
membuktikan, bahwa ia juga ingin Lilin melihat secara pasti. Bayang-bayang yang
selama ini mengganggunya. Agar bayang-bayang itu tak hanya semu, agar
bayang-bayang itu nyata. Selama ini Lilin tidak mendapat izin dari orang tua dan kakak-kakaknya hanya karena khawatir
dengan keselamatan Lilin, karena tidak pernah kost apalagi jauh di luar pulau.
Tika segera mengabari Lilin tentang berita gembira ini.
“ Benarkah.
Aku bahagia sekali mendengarnya!” sahut Lilin ketika mendengar kabar itu dari
Tika, jantungnya berdetak kencang, sudah lama sekali kabar seperti ini ingin
didengarnya. Yang selama ini menjadi kendala dalam keinginannya untuk kuliah
hanyalah alasan keselamatannya. Sekarang tinggal di asrama, jadi tak ada alasan
lagi orang tua dan kakak-kakaknya melarangnya untuk kuliah.
“ Ya, aku
memberi tahumu karena aku yakin kamu mau, dan aku yakin kamu pasti bisa
menjalaninya. Aku juga sudah bicara dengan kakak, kakak setuju kalau kau kuliah
disana.” Tika meyakinkannya.
“ Tapi tak
apa-apa kan kalau aku meninggalkan mu?”
“Li, aku
tidak apa-apa kalau kau tinggalkan. Sudah ya, kamu harus siap-siap hari minggu
kamu harus berangkat kesana.”
“ Tapi kok
cepat sekali?. Kamu akan datang kan?, aku ingin kau datang?” pintanya.
“ Aku tak
bisa, aku minggu ini full kuliah. Aku tak bisa meninggalkan kuliahku.
Tidak apa-apakan kalau aku tidak datang?”
“ Baiklah
tidak apa-apa, kuliahmu jangan di sia-siakan. Ya sudah terimakasih ya atas
pemberitahuanmu”
“ Ya,
hati-hati ya. Aku harap kamu jangan sia-siakan kesempatan ini”
“ Ya.” Lalu
terdengar telepon diputus.
Lilin dengan
sangat senang memberitahu kakaknya bahwa ia mau kuliah disana. Semua yang diberitahunya
tentang keinginannya untuk mengikuti perkuliahan itu setuju. Sejak jauh hari ia
menyiapkan apa saja yang harus dibawanya. Diantara beberapa helai pakaian yang
dibawanya ada fotonya bersama teman-temannya SMA dulu.
Pada hari
keberangkatannya, banyak teman-temannya yang datang selain kakaknya. Lilin
pergi tanpa ada air mata yang mengiringi kepergiannya. Tanpa mengetahui, agak
jauh dari tempatnya berdiri ada seseorang
yang memperhatikannya. Air mata mengambang dipelupuk matanya, terasa
berat sekali ia melepas kepergian gadis kesayangannya itu. Tapi dari lubuk
hatinya yang paling dalam ia harus melepas kepergiannya, karena dia tahu itu
adalah jalan terbaik dan satu-satunya cara agar Lilin dapat mencapai
cita-citanya, untuk dapat kuliah. Air matanya menetes seiring hilangnya sepeda
motor yang mengantar kepergian Lilin dari pandangan. Dalam hati ia berdoa,
semoga Lilin dapat melakukan yang terbaik dan dapat mencapai cita-citanya. Tika
merelakannya pergi, agar Lilin dapat melihat dengan pasti bayangan itu, tidak
hanya bayangan semu.
No comments:
Post a Comment