Saturday 19 May 2012

AGAMA BUDDHA DI KOREA DAN JEPANG


Oleh:
                                          Nanang Sutrisno                                        
   Rakay Sutamayapanna 


1. Agama Buddha di Korea
                Negeri Korea mulai mengenal agama Buddha pada awal abad ke-4 Masehi. Pada saat itu, Korea terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu Koguryu (di Utara), Pakche (di Barat Daya), dan Silla (Tenggara). Sejarah agama Buddha di ketiga wilayah tersebut tidak sama.
                Agama Buddha pertama kali masuk ke Koguryo oleh seorang bhiksu bangsa Cina pada tahun 372. Setelah 12 tahun, agama Buddha baru masuk ke daerah Pakche dan dikenalkan oleh Bhiksu Marananda dari Asia Tengah. Agama Buddha berkembang di Silla sekitar 30 tahun setelah berkembang di Koguryo.
                Peran Korea terhadap sejarah perkembangan agama Buddha adalah sebagai jembatan penyeberangan agama Buddha dari Cina ke Jepang.
Zaman keemasan agama Buddha di Korea terjadi pada masa pemerintahan dinasti Wang (abad XI). Sebelum itu, agama Buddha terpisah-pisah dan terpengaruh oleh dinasti Silla dan banyak para bhiksu yang pergi ke Cina untuk belajar agama Buddha. Beberapa di antara mereka adalah Yuan Ts’o (613-683) dari aliran Fa Sian; Yuan Hiao
(617-670) dan Yi Siang (625-702) dari aliran Houa Yen. Setelah abad XI, agama Buddha yang semula hanya dipeluk oleh para aristokrat dari dinasti Silla, kemudian diterima oleh masyarakat umum, berkat usaha dari bhiksu-bhiksu Yi Tien, P’u Chao dan lain-lain.
                Bhiksu Yi Tien terkenal dengan editing katalog kitab Tripitaka Cina (Yi T’ien Lu), setelah belajar agama Buddha di Cina dan menyebarkan pandangan aliran Houa yen dan Tien Tai di Korea. Beliau juga menulis beberapa naskah agama Buddha dalam bahasa Korea. Sedangkan bhiksu P’u Chao mengenalkan ajaran Zen di Korea. Ajaran Zen ini dalam sejarah Korea mencatat peranan yang penting.
                Ketika kekuasaan dinasti Wang ataas semenanjung Korea diambil alih oleh dinasti Yuan dari Mongol, maka agama Buddha di Korea banyak dipengaruhi oleh Lamaisme Tibet. Setelah diunasti Yuan dikalahkan oleh dinasti Rhee dari Chosen, Korea, maka dinasti ini menerima ajaran Kong Hu Chu dan membenankan agama Buddha. Meski terdapat pergantian penguasa di semenanjung Korea, agama Buddha tetap bertahan karena telah merakyat.
                Agama Buddha pada zaman modern di Korea, sesungguhnya adalah agama Buddha Zen dengan tetap percaya Buddha Amitabha atau Bodhisatva Maitreya.

2. Agama Buddha di Jepang
                Di Jepang, perkenalan agama Buddha menjangkau bangsa Jepang secara menyeluruh. Agama Buddha dikenalkan melalui Kudara di Pakche, salah satu kerajaan di semenanjung Korea pada tahun 522 dan oleh penguasa politik Jepang pada waktu itu dimaksudkan sebagai perlindungan bagi negara. Agama baru ini diterima oleh dinasti Soga yang berkuasa. Ada tiga periode sejarah agama Buddha di Jepang, yaitu:
(a)     Periode kedatangan (abad VI-VII), mencakup periode Asuka dan Nara;
(b)     Periode nasionalisasi (abad IX-XIV), mencakup periode Heian dan Kamakura;
(c)     Periode lanjutan (abad XV-XX), mencakup periode Muromachi, Momoyama, dan Edo serta zaman modern.

(a) Periode Kedatangan
                Periode ini adalah penyesuaian terhadap kepercayaan asli bangsa Jepang, yakni agama Shinto. Para bhiksu pada harus dapat melaksanakan upacara keagamaan bersamaan dengan upacara pemujaan nenek moyang. Kemudian, secara bertahap agama Buddha dapat mempertahankan diri dan berkembang di antara rakyat banyak tanpa menyisihkan agama Shinto.
                Kemiripan perkembangan agama Buddha di Cina dan Jepang adalah diterima oleh kaum aristokrat. Golongan aristokrat di Jepang adalah kaum intelektual, maka dari itu, begitu mereka menerima agama Buddha, maka penyebarannya berlangsung dengan cepat.
                Beberapa penguasa Jepang pada zaman kuno, menerima agama Buddha sebagai pedoman kehidupannya. Pangeran Shotoku (574-621), di bawah pemerintahan Ratu Suiko, banyak berperan dalam agama Buddha di Jepang, misalnya dengan mendirikan Vihara Horyuji dan menulis banyak komentar mengenai ketiga kitab suci agama Buddha.
                Pada periode ini, tercatat enam aliran Buddha yang diperkenalkan dan tumbuh di Jepang, yaitu:
1)       Kusha (aliran Abhidharmakosa);                                                     4) Kegon (aliran Avatamsaka);
2)       Sanron (aliran Madyamika);                                                              5) Hosso (aliran Dharmalaksana);
3)       Jojitsu (aliran Satyasiddhi-sastra);                                   6) Ratsu (aliran Vinaya).
(b) Periode Nasionalisme
                Perode ini diawali dengan kelahiran dua aliran Agama Buddha di Jepang, yaitu aliran Tendai oleh Saicho (797 – 822) dan aliran Shingon oleh Kukai (774 -835). Tujuan dari para pendiri aliran tersebut adalah agar Agama Buddha dapat diterima oleh rakyat Jepang.
                Selama pemerintahan Nara (710 – 884) sesungguhnya Agama Buddha telah menjadi agama negara. Kaisar Shomu secara aktif telah mepropagandakan agama ini dan membuatkan patung Buddha yang besar di Nara dan menjadikannya pusat kebudayaan nasional. Di tiap provinsi dibangun pagoda-pagoda dan sistem pembabaran Dharma yang efektif sesuai dengan keadaan setempat.
                Sekte Kegon (Huan Yen) versi Jepang memberikan ideologi Buddhis baru bagi negara. Sekte Kagon ( sekte Hwaom, Korea) adalah sekte yang mempunyai pandangan dan kepercayaan bahwa semua yang ada di dalam ini dapat berhubungan erat dengan kosmik yang terwujud di dalam tubuh Sang Buddha. Pandangan dan kepercayaan ini didasarkan pada Avatamsaka Sutra.
                Pendidikan dan pemikiran Ritsu terutama lebih menitikberatkan pada disiplin (vinaya) serta semata-mata merupakan alternatif akademik. Pada saat penyelamat alam yang ideal yang diperkenalkan adalah apa yang diajarkan Lotus Sutra dan penekanannya pada peranan umat seperti termaktub dalam vimalakirti Sutra. Dengan adanya cara penyelamatan yang ideal ini menjadi jelas bagi raja bahwa rohaniawan terlalul ikut campur dan aktif di dalam politik.
                Selama pemerintahan anak perempuan (putri) Kaisar Shoma bhiksu Donkyu yang bertindak selaku pejabat pemerintahdari putri kaisar tersebut telah mencoba untuk menjadi kaisar. Hanya karena adanya perlawanan para arisokrat-lah yang menyelamatkan Jepang untuk tidak menjadi negara teokrasi beragama Buddha aliran Tibet. Sebagian dari perlwanan ini karena tekanan dari Sangha karena adanya situasi yang tidak menguntungkan ini, akhirnya pengadilan memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kyoto di tahun 794.
                Pada tahun 804, bhiksu Saichi dikirim ke Cina dan kembali ke Jepang kemudian untuk mengajarkan (membabarkan ) doktrin dari Tien Tai (bahasa Jepangnya Tendai).
                Walaupun sekte Hasso telah mengajarkan bahwa ada beberapa yang tidak bisa diselamatkan tetapi Tendai menekankan pembabatan dan penyelamatan alam. Agama Buddha Jepang yang berkarakter Jepang terus berlangsung dan dapat didengar dalam pendidikan dan pemikiran baru dari masa Huan. Kompleks vihara Tendai di atas pegunungan Hie dikenal sebagai cikal bakal dari Agama Buddha di dalam menyelamatkan keamanan negara.
Aliran Shingon adalah satu bentuk dari Tantra yang diperkenalkan kepada Jepang oleh Bhiksu Kukai di awal abad ke 9. Agama buddha Shingon menentukan penyatuan dari pemeluknya dengan Buddha (persatuan Kawula-Gusti) dalam berbagai macam bentuknya.
                Dalam perkembangan sekte-sekte Buddhis Tendai dan Shingon bercampur baur dengan Agama Shinto yang nampak dalam penyatuan pemujaan dewa Shinto dan dewa-dewa dalam Agama Buddha, maka terjadilah persekutuan pemujaan.
                Gerakan dalam Agama Buddha terjadi pada abad ke-10 dengan munculnya kepercayaan pada Buddha Amitabha. Gerakan lain kemudian banyak muncul pada abad ke-13 yang banyak didorong oleh cita-cita umat awam untuk mencapai kemurnian dan kesederhanaan baik ajaran maupun caranya.
                Pada zaman Kamakura mulai timbul feodalisme di Jepang. Aliran-aliran Agama Buddha yang tumbuh di antaranya adalah Zen yang diperkenalkan oleh Eisai (1141-1215), dan Dogen (1200-1253) serta Nichiren yang didirikan oleh Nichiren (1222-1282).

Perkembangan Nichiren
                Pada abad ke-13, Agama Buddha di Jepang menghasilkan seorang pembaharu yakni Bhiksu Nichiren (1222-1282). Ramalan Nichiren mengenai bangsa Mongol yang akan menyerang Jepang menyebabkan sekte ini terkenal di Jepang. Dalam aliran Nichiren terdapat dua kelompok yang besar, yaitu:
a)       Nichiren Shu
b)       Nichiren Shoshu
Nichiren Shoshu berkeyakinan bahwa Nichiren adalah Bodhisatwa dan bukan Buddha zaman sekarang. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan yang tajam dan tidak adanya kesesuaian paham dan langkah antara sekte Nichiren Shoshu dan sekte-sekte lainnya.

(c) Periode Lanjutan
                Dengan berakhirnya periode Kamamura di Jepang, tidak terdapat perkembangan agama yang berarti, selain meluasnya beberapa aliran.
                Pada zaman Edo (1603-1867) agama Buddha merupakan agama nasional di bawah perlindungan Shogun Tokogawa. Di bawah pemerintahannya, agama Buddha menjadi alat dari pemeritahan. Vihara sering digunakan sebagai tempat pendataan dan pendaftaran penduduk dan dijadikan salah satu cara untuk mencegah penyebaran agama Kristen yang oleh pemerintah feodal dianggap sebagai ancaman politik.
                Pada zaman Meiji (1868-1912), muncul usaha untuk menjadikan Shinto sebagai agama negara, yaitu dengan memurnikan ajaran Shinto yang telah tercampur dengan agama Buddha. Untuk itu, dibutuhkan jalan keluar, yaitu dengan cara menyita tanah vihara dan membatasi gerak-gerik para bhiksu. Pada saat ini, agama Buddha menghadapi saingan dari agama asli Shinto. Namun, dapt dinetralisir dengan kebebasan memeluk agama yang diberikan undang-undang dasar Jepang.
                Pada periode ultra nasional (1930-1945) pemikir-pemikir agam Buddha menyerukan untuk penyatuan dunia Timur ke dalam Tanah Suci Buddha di bawah pengawasan Jepang. Setelah perang selesai, kelompok agama Buddha yang baru dan lama mulai menyatakan bahwa agama Buddha sebagai agama negara yang penuh dengan perdamaian dan persaudaraan.
                Mendekati masa perang berakhir, aktivitas umat Buddha terlihat lebihnyata dengan adanya gerakan dari agama baru seperti Soka Gokkai dari Nichiren Shoshu dan Resso Kosei Kai.



Referensi:
                Tim Penyusun, 2003. Materi Kuliah Sejarah Perkembangan Agama Buddha. Jakarta: CV Dewi Kalyana Abadi

1 comment:

  1. Blog yang menarik, mengingatkan saya akan Kuil Meiji di Tokyo ,didedikasikan buat roh ilahi (Kami) Kaisar Meiji dan Permaisuri Shohen.
    Saya mencoba menulis blog tentang hal ini, semoga anda juga suka blog di http://stenote-berkata.blogspot.com/2021/06/tokyo-di-kuil-meiji.html

    ReplyDelete